Kamis, 07 Mei 2009

Mempersiapkan Kematian

CATATAN PEMBUKA

*********************

“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya;

dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan (diri kepada Allah)”.

(QS. Al-An’am:162-163)

OOOOOOOOOOO

الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله صلى الله عليه و سلم

أما بعد:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda:

“Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”(HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dll)

Shodaqo Rasulullah! Sungguh benarlah kata-kata yang keluar dari lisan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Realita di sekitar kita menjadi buktinya. Betapa banyak manusia yang enggan mempergunakan kesehatan dan waktu luang yang mereka miliki untuk mempersiapkan bekal menuju akhirat. Kebanyakan mereka justru mengisinya dengan melakukan aktivitas yang tidak bermanfaat, baik untuk dunia maupun akhirat mereka.

Para pemuda menghabiskan malam sambil genjrang-genjreng tidak karuan, para pemilik warung rokok menunggu pembeli sambil bermain catur, para tukang ojek menunggu sewa sambil bermain judi, supir angkot menunggu giliran berangkat sambil main domino, tukang becak menunggu penumpang sambil meringkuk di dalam becaknya, para pedagang sembako di kampung-kampung menunggu pembeli sambil ngelamun, para pengangguran tidur-tiduran saja seharian sambil menunggu kerjaan datang, para sarjana muda bermalas-malasan di depan televisi sambil menunggu panggilan kerja, anak-anak SMP duduk bersila berjam-jam di rental PS sepulang sekolah, para mahasiswa selonjoran seharian di teras kos sambil membaca novel picisan karena tidak ada tugas kuliah, para pegawai kantor ngerumpi dengan sesama mereka karena bos mereka sedang tidak berada di tempat, para pegawai pemerintahan asyik merokok di ruang kerjanya karena sedang tidak ada kerjaan, anak-anak sekolah ribut ngobrol pada jam pelajaran karena guru yang mengajar berhalangan hadir, ibu-ibu rumah tangga ngerumpi ngalor-ngidul dengan tetangganya sambil menunggu suaminya pulang kerja, penjaga rental komputer khusyuk bermain game sambil menunggu kedatangan penyewa, tukang jahit duduk bengong sambil menghisap rokok menunggu kedatangan orang yang ingin menjahitkan baju, satpam masjid duduk santai setengah harian di pos jaga sambil bergurau dengan tukang sapu, tukang buah di pingir jalan duduk diam berjam-jam di depan kios buahnya sambil memperhatikan lalu-lalang orang yang lewat, para remaja tanggung nongkrong-nongkrong di halte sambil cuci mata, penumpang bis antar kota diam membisu memandang rumah-rumah di pinggir jalan melalui kaca jendela, ……………………..

Pemandangan di atas merupakan suatu hal yang begitu akrab dengan kita. Saking akrabnya sehingga kita menganggapnya sebagai suatu hal yang lumrah. Padahal, kalau dilihat dari kaca mata agama, hal ini adalah sebuah musibah besar! Mengapa?

Bukankah setiap manusia kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang umur yang dia hidup di dalamnya? Apakah umurnya itu digunakan untuk melakukan kemanfaatan ataukah untuk kesia-siaan? Apakah umurnya itu dihabiskan untuk kebaikan dan ketaatan kepada Allah ataukah untuk keburukan dan ketaatan kepada setan? Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:”Tidak akan bergeser kedua telapak kaki anak Adam dari sisi Robnya pada hari kiamat, hingga dia ditanya tentang lima hal: (1) Tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang masa mudanya untuk apa dia pergunakan, (3) tentang hartanya, darimana dia dapat dan (4) ke mana dia infaqkan, dan (5) amalan apa yang telah diperbuat dari ilmu yang dia miliki.”(HR. At- Tirmidzi)

Kalau sudah tahu begini, tentu merupakan sebuah musibah jika seseorang semasa hidupnya tidak pernah mempersiapkan bekal untuk akhiratnya. Padahal dia telah diberikan kesempatan dan kemampuan untuk itu. Sayangnya, sedikit sekali manusia yang bisa memanfaatkannya dengan baik.

Sekarang, kalau setiap orang ditanya: Siapkah Anda jika esok hari nyawa Anda dicabut? Siapkah Anda ketika membuka mata setelah semalaman tidur ternyata Anda telah berada di liang lahat?Saya yakin, hampir semua orang jawabannya sama:”Aduh saya belum siap! Aduh saya masih banyak dosa! Aduh saya belum mempersiapkan bekal! Aduh saya belum…………! Aduh saya masih……….!

Jika memang demikian keadaannya, kenapa tidak dari sekarang kita mempersiapkan diri? Kenapa kita tidak segera berbekal untuk kehidupan setelah mati? Kenapa kita masih bersantai-santai? Bagaimana nanti kita menjawab pertanyaan – pertanyaan Allah ?

***

Kita semua tentu ingin masuk surga. Namun, apa yang sudah kita persiapkan untuk bisa masuk surga? Amal shalih apa saja yang telah kita kerjakan untuk ditukar dengan Surga?Ya, inilah motivasi terbesar dari ditulisnya buku ini. Saya mengajak diri saya pribadi dan juga kepada mereka-mereka yang ingin masuk Surga untuk segera mempersiapkan diri dengan cara beramal shalih sebanyak-banyaknya agar bisa masuk surga dengan selamat. Tidak pake acara mampir dulu di Neraka.

Akhir kata, semoga kita semua menjadi golongan orang-orang yang dipangil oleh Allah dalam firman-nya…

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (QS. Al-Fajr [89]:30)

Dan, semoga kita semua bukan termasuk mereka yang berkata dengan penuh penyesalan di akhirat nanti:

“Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini”. (QS. Al-Fajr [89]:24)

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, Sahabatnya, dan ummatnya semua yang senantiasa melakukan amal shalih dan berkata,” Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan (diri kepada Allah)”. (QS. Al-An’am:162-163)


Menjemput Kematian


Ada satu kepastian diantara ketidakpastian dalam kehidupan manusia. Dimana secara sadar atau tidak, manusia sesungguhnya menuju kepadanya. Tidak perduli apakah ia siap atau tidak, tua atau muda, cepat atau lambat. Bagi sebagian manusia, ia hanyalah proses alamiah dalam sebuah kehidupan. Menjadi akhir peristirahatan dari segala kegalauan. Bagi sebagian lain ia adalah awal dari sebuah kehidupan. Itulah kematian.

Ibarat sebuah sungai, muaranya merupakan merupakan pintu gerbang samudra. Begitu pula dengan kematian, ia adalah muara bagi pintu gerbang samudra kehidupan yang luas dan kekal. Tiada hal yang membuat Basuki (30) curiga bahwa pada awal November 2002 di Jalan Gatot Subroto, Jakarta lalu merupakan hari terakhirnya merasakan kehidupan setelah sedan yang ditumpanginya ditabrak Panther. Begitu pula dengan seorang jama'ah haji yang pada saat itu bersama penulis sedang menempuh perjalan menuju Madinah. Iapun tidak menyangka bahwa itulah perjalanannya yang terakhir setelah menyelesaikan prosesi haji dan sholat dzuhur hari itu.

Sesungguhnya manusia telah memilih bagaimana akhir kehidupannya. Dan pilihan itu ada pada bagaimana ia menjalani kehidupannya. Sebagaimana ia menjalani kehidupannya seperti itulah kemungkinan besar ia akan menghadapi kematiannya. Karena sesungguhnya dengan menjalani kehidupan berarti kita sedang berjalan menuju kematian kita.

Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu semua melarikan diri darinya itu, pasti akan menemui kamu, kemudian kamu semua akan dikembalikan ke Dzat yang Maha Mengetahui segala yang ghaib serta yang nyata.' (QS. Jum'ah:8).

Orang-orang yang berfikir secara kerdil dan menjatuhkan diri kepada keduniawian akan berlari dengan segala kemampuan yang ada dari kematian. Kematian merupakan momok yang menakutkan yang akan mengambil segala yang telah diusahakan selama hidupnya. Padahal jauh berabad-abad dahulu Rasulullahpun telah mengingakan akan kematian dalam sebuah sabdanya :

Perbanyaklah mengingat-ingat sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan (kematian). (HR. Tirmidzi)

Sementara manusia-manusia yang cerdas menjadikan kehidupannya bukan hanya sebagai sarana menghadapi dan mempersiapkan kematian namun menjemput kematian melalui seni kematian. Paradigma seni kematian memang masih aneh dalam fikiran masyarakat saat ini. Kematian hanyalah kematian. Bagaimana mungkin sesuatu yang nafsu membenci bertemu dengannya menjadi sesuatu yang jiwa bergairah berjumpa dengannya ? Inilah salah satu ajaran Islam yang agung, mengatur dari hal-hal kecil kehidupan sampai kenegaraan, dari awal memulai kehidupan sampai bagaimana menjemput kematian dalam koridor-Nya.

Bagi orang-orang cerdas ini, kematian adalah panglima nasihat dan guru kehidupan. Sedikit saja ia lengah dari memikirkan kematian maka ia telah kehilangan guru terbaik dalam hidupnya. Inilah yang membuat seorang Sayyid Qutb berkata di tiang gantungan Rezim Pemerintah Gamal Abdun Naser berkata, ''Hiduplah Anda dalam keadaan mulia, atau matilah dalam keadaan mati syahid''.

Seni kematian yang paling indah juga dicontohkan para sahabat dalam membela risalah Islam dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia.

Cukuplah kematian itu sebagai penasehat. (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Secerdas-cerdasnya manusia ialah yang terbanyak ingatannya kepada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka itulah orang yang benar-benar cerdas dan mereka akan pergi ke alam baka dengan membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat. (HR. Ibnu Majah)

Sekarang adakah dalam hati kita kematian itu sebagai penasihat terbaik kita dan memulai menata hati, jiwa dan raga untuk menjemput kematian dengan seni kematian yang begitu indah dalam Islam. Semoga, selagi masih ada waktu.

Wallohu a'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar